Dengan terbitnya Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 yang menggantikan PER-13/PJ/2010, yang berlaku per 1 April 2013, istilah Faktur Pajak Cacat dibuang jauh-jauh. Sebagai gantinya, istilah Faktur Pajak Cacat ini diganti dengan Faktur Pajak Tidak Lengkap. Secara umum, Faktur Pajak Cacat atau Tidak Lengkap ini mengandung konsekuensi sanksi denda bagi penerbitnya dan tidak dapat dikreditkan bagi penerimanya.
Nah, dalam kondisi yang bagaimana Faktur Pajak dikatakan tidak lengkap? Faktur Pajak Tidak Lengkap adalah Faktur Pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN 1984 dan/atau mencantumkan keterangan tidak sebenarnya atau sesungguhnya dan/atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam PER-24/PJ/2012.
Jadi, ada tiga penyebab Faktur Pajak menjadi tidak lengkap, yaitu tidak memenuhi persyaratan formal, tidak memenuhi material, dan tidak memenuhi ketentuan PER-24/PJ/2012. Persyaratan formal dan material Faktur Pajak diatur dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9) UU PPN 1984. Bagaimana dengan ketentuan PER-24/PJ/2012?
Terdapat beberapa ketentuan dalam PER-24/PJ/2012 yang menyatakan bahwa Faktur Pajak menjadi tidak lengkap.
Pertama, dinyatakan bahwa Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatanganinya sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.
Ketentuan ini sebenarnya masih satu nafas dengan persyaratan formal dan material sebagaimana diatur dalam UU PPN 1984. Hanya saja, ditekankan bahwa agar tidak dinyatakan Faktur Pajak Tidak Lengkap, pengisian dan penandatanganan Faktur Pajak harus sesuai dengan tatacara dan prosedur yang diatur dalam PER-24/PJ/2012.
Kedua, ditegaskan bahwa PKP yang membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak ganda atau Nomor Seri Faktur Pajak yang sama lebih dari 1 (satu) dalam tahun pajak yang sama, maka seluruh Faktur Pajak dengan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut termasuk Faktur Pajak Tidak Lengkap.
Seharusnya memang satu nomor Faktur Pajak digunakan sekali saja. Tidak boleh nomor seri yang sudah terpakai digunakan kembali. Apabila ini dilakukan, seluruh Faktur Pajak yang menggunakan nomor seri yang sama dinyatakan sebagai Faktur Pajak Tidak Lengkap.
Ketiga, ditegaskan juga bahwa dalam hal PKP melakukan pengisian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.
Misalnya, pemakaian kode transaksi harus sesuai dengan transaksinya, apakah penyerahan biasa, penyerahan kepada pemungut, atau penyerahan yang mendapat fasilitas dibebaskan atau tidak dipungut. Begitu pula, kode penggantian faktur pajak, apakah merupakan fakur pajak pengganti atau faktur pajak normal.
Terakhir, dalam hal PKP tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan atau tempat pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang dilakukan, maka Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP sampai dengan diterimanya pemberitahuan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.
PKP memiliki kewajiban untuk menyampaikan pemberitahuan nama PKP atau pegawai/pejabat yang ditunjuk sebagai pendatangan Faktur Pajak. Batas waktunya adalah pada akhir bulan berikutnya setelah bulan nama PKP atau pegawai/pejabat tersebut menandatangani Faktur Pajak. Nah, apabila hal ini dilanggar, Faktur Pajak yang sudah ditandatangani menjadi Faktur Pajak tidak lengkap sampai dengan surat pemberitahuan penandatangan Faktur Pajak diterima oleh KPP.
sumber :
http://dudiwahyudi.com/pajak/pajak-pertambahan-nilai/faktur-pajak-tidak-lengkap.html